Dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang. Dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima (Hellen Keller)

Kisah Sukses Wiyono

Wiyono sedang menyimak materi pelatihan advokasi di  Kecamatan Weru Sokoharjo beberapa waktu yang lalu (foto: Jeje)

Oleh:

Dionisius Sandytama Oktavian

Seorang pria dengan lahap bersantap siang seusai pelatihan advokasi yang digagas KARINAKAS di salah satu rumah makan di Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. Mengenakan kaus polo merah, bercelana panjang hitam, dan berpeci, sesekali ia mengobrol dan bercanda dengan peserta lain. Pria bertubuh tambun tersebut bernama Wiyono. Tragedi kecelakaan 8 tahun silam membuatnya menjalani profesi yang tak pernah dibayangkannya. Bagaimana kisahnya?

Kisah Sukses Slamet Widodo

Slamet Widodo dengan motor roda tiganya (Foto: Fajar)

 Oleh:

Achmad FH Fajar

 Bersama Kader RBM (Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat), Slamet Widodo berusaha berdikari.

            Setiap kali azan Subuh berkumandang, Slamet Widodo terbangun. Setelah itu dia berwudhu dan mendirikan shalat Subuh. Kemudian, seusai shalat, dia mengerjakan pekerjaan rumahan yang biasa dilakukan. Seperti memasak, mencuci baju, mengepel, menyapu, hingga ke aktivitas menjemur pakaian.

            Semua kegiatan itu jadi rutinitas harian Slamet Widodo setelah mengalami kecelakaan hebat. Tragedi tersebut terjadi pada 1997 dan menyebabkan kedua kakinya lumpuh. Selama itu pula dia jarang keluar rumah. “Kalau toh keluar, paling waktu berobat. Untungnya sekarang ada roda tiga dari KARINAKAS, jadi bisa keluar sendiri,” jelas Slamet Widodo sambil menunjuk fasilitas pinjaman KARINAKAS berupa motor modifikasi.

            Setelah anak-anaknya dewasa, Slamet Widodo tinggal sendiri di rumah. Kedua anaknya pergi keluar kota untuk keperluan kerja. “Mereka kerja di Jakarta, tapi nyambi kuliah juga,” tutur Slamet Widodo.

            Sebelum memutuskan merantau ke ibu kota, kedua anaknya itu sempat tinggal serumah dengan dia. Setidaknya sejak meraka masih di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. “Saya kayak ibu rumah tangga, nyuci dan masak sendiri, dan ngrumat anak-anak. Makanya orang-orang kalau ke rumah saya pada heran,” terangnya.

Kisah Sukses Slamet Widodo

Slamet Widodo dalam sebuah cara Pelatihan yang diadakan KARINAKAS (Foto: Fajar)

            Istri Slamet Widodo juga di Jakarta. Keputusan itu diambil untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setelah Slamet Widodo kehilangan kemampuan sebagai penyokong utama. “Dulu, istri jualan jamu gendong, sekarang nyepeda,” kata Slamet Widodo.

Tokoh RBM

Bu Anita sedang presentasi hasil diskusi kelompok di pelatihan advokasi di Desa Ngreco, Kecamatan Weru Sukoharjo, 28-30 April 2016 (Foto: Martin)

 Oleh : Martinus Danang Pratama Wicaksana

“Kami menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa difabel itu punya hak yang sama,” kata Anita Ristiani.

Namanya Anita Ristiani, ia salah satu kader dari program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM), Desa Ngreco, Kecamatan Weru. Sukoharjo. Sebelum menjadi kader RBM, dia seorang kader posyandu. Pengalaman bekerja secara total bersama masyarakat mendorongnya untuk mengabdi menjadi salah satu kader RBM. “Kalau sekarang ada RBM bagi kami itu adalah ladang untuk berbuat amal lagi,“ kata ibu beranak dua ini.

Suami istri difabel yang bahagia

Slamet Widodo dan Rustini, pasangan difabel yang sangat berbahagia (foto: Jeje)

 

 Tidak ada yang mampu menghalangi bersatunya kasih yang mendalam.

Keyakinan itulah yang hendak dibuktikan Ahmad Slamet Widodo (43) dan Rustini (38).

            Sepasang suami istri berboncengan mesra ketika menghadiri pembentukan Forum Komunikasi Disabilitas Gunungkidul (FKDG) yang dilaksanakan pada Kamis (14/04/16) lalu, di Kecamatan Saptosari, Yogyakarta. Keterbatasan fisik tidak membuat mereka minder untuk bergabung dalam forum yang digagas oleh KARINAKAS itu. “Sebelum orang lain bersimpati, kita harus menunjukkan kualitas diri kita terlebih dahulu,” ungkap lelaki yang akrab dipanggil Widodo itu.

 

Pasangan difabel yang bahagia

Slamet Widodo dan Rustini bersiap pulang setelah menghadiri acara pembentukan Forum Komunikasi Disabilitas Gunungkidul (FKDG) di kantor Kecamatan Saptosari Gunungkidul, 14 April 2016 (Foto: Jeje)

           

Keyakinan Widodo ternyata diamini oleh istrinya. Rustini yang kesehariannya membuka warung makan di pantai Nguyahan pun mengaku biasa-biasa saja dengan kondisi fisiknya. Ia mengaku sering terlibat dalam kegiatan sosial. “Kalau tetangga mengundang waktu punya hajat, saya biasa ikut rewang,” jelas Rustini.

menerima kasih dan memberi kasih itu perkara yang satu-tunggal; tanpa ada yang menerima, orang juga tidak bisa memberi; maka menerima kasih sekaligus juga memberi kasih karena memungkinkan orang lain memberi kasih #RomoMangun "Burung-burung Manyar"

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com