Kamis 10 September 2020 adalah pertemuan “perdana” para Relawan KARINAKAS Rayon Gunungkidul (Paroki Wonosari, Paroki Kelor, Paroki Bandung), terhitung setelah pandemi Covid-19 ini. Pertemuan para relawan ini biasanya diadakan tiga bulan sekali, terpaksa tertunda karena pandemi. Pertemuan kali ini diselenggarakan di rumah salah satu relawan Paroki Kelor dan dihadiri oleh 14 orang yakni perwakilan relawan dari tiga paroki tersebut dan staf KARINAKAS. Pertemuan dilaksanakan dengan tetap memenuhi protokol kesehatan.

Relawan

Suasana jumpa Relawan KARINAKAS Rayon Gunungkidul

Selama pandemi Covid ini para Relawan KARINAKAS Rayon Gunungkidul ini telah menunjukkan solidaritas dan belarasanya yakni terlibat membantu pemerintah melaksanakan tanggap bencana pandemi Covid-19 yakni dengan membagikan bantuan APD dan cairan pembersih bagi umat, masyarakat dan lembaga kesehatan (rumah sakit, klinik dan puskesmas). Bantuan tersebut berasal dari swadaya paroki masing-masing dan juga support dari KARINAKAS. Mereka juga membagikan bantuan pangan kepada umat dan warga yang miskin. Selama pandemi ini para Relawan KARINAKAS Rayon Gunungkidul sudah membagikan paket sembako kepada 5.018 KK.

Relawan2

Relawan KARINAKAS Rayon Gunungkidul mendistribusikan bantuan APD

Pertemuan kali ini diisi dengan kegiatan sharing karya selama respon Covid 19, dan belajar bersama dari respon pandemi Covid 19 yakni menemukan kekuatan, kelemahanan, apa yang mendukung dan menghambat karya selama respon pandemi Covid 19 ini. Semoga ke depannya Relawan KARINAKAS Rayon Gunungkidul dapat semakin kompak dan solid dalam karya kemanusiaan yakni membantu mereka yang terdampak bencana dan kesulitan, serta mewujudkan wajah sosial Gereja Katolik di tengah masyarakat sekitarnya. Salam belarasa.

Relawan3

Suasana diskusi belajar bersama respon pandemi Covid-19 

 

Cery Widodo, warga desa Sruni, kabupaten Boyolali tersenyum bahagia, pasalnya tanaman kakao miliknya sudah mulai panen. Kakao tersebut dibudidayakan secara tumpangsari dengan berbagai macam tanaman lainnya. Dalam luasan lahan sekitar 1000 meter persegi, Pak Cery, demikian anggota kelompok Agni Mandiri ini sering disapa, menaman 130 batang tanaman kakao. Tanaman tersebut dipupuk dengan memanfaatkan bio-slurry yang merupakan produk sampingan dari instalasi biogas miliknya. Pada panen perdana ini, rata rata menghasilkan 1 kg per pohon.

kakao

Pak Cery sedang memanen Kakao

Tanaman kakao tersebut ditanam 4 tahun yang lalu. Usaha penanam kakao itu merupakan tindak lanjut dari rencana aksi komunitas, hasil Kajian Pengurangan Resiko Bencana Partisipatif yang dilakukan oleh kelompok Agni Mandiri dalam program Building Community Resilient KARINA. Pada waktu itu kelompok Agni Mandiri sepakat bahwa untuk menanggulangi ancaman kekeringan, perlu ditingkatkan gerakan menaman pohon dengan jenis tanaman yang tahan kekeringan dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini juga disebabkan karena tanaman cengkih yang selama menjadi salah satu sumber penghasilan di Sruni sudah tidak dapat memberikan harapan lagi akibat serangan hama penyakit yang mematikan.

Tanaman Kakao menjadi pilihan tanaman baru untuk dikembangkan saat itu. Kelompok Agni Mandiri kemudian melakukan studi banding ke kampung kakao Nglanggeran dan membuat kebun pembibitan kakao unggul dengan benih dari Nglanggeran. Tanaman kakao hasil pembibitan kelompok tersebut kemudian dibagikan kepada anggota kelompok dan masyarakat Sruni yang berminat membudidayakan kakao.

“Saya berharap tanaman kakao ini bisa menjadi sumber pendapatan baru bagi kami, apalagi kalau mampu mengolahnya menjadi produk olahan yang mempunyai nilai jual lebih tinggi.” Demikian kata Pak Cery. (Ag. Heri Purwadi)

 

Sabun cuci piring

Foto oleh: Tim Dokumentasi

Produk home industry Kelompok Wanita Tani  (KWT) Dawung, desa Serut, kabupaten Gunung Kidul yakni sabun cuci piring, ditampilkan dalam Evaluasi Perkembangan Desa, Kabupaten Gunung Kidul (12/03/2020), bertempat di balai desa Serut. Home industri sabun cuci piring ini merupakan dampingan Program Development KARINAKAS, dalam rangka penguatan ekonomi para perempuan di area rawan bencana. Semula home industry sabun cuci piring tersebut hanya digunakan sendiri oleh ibu-ibu KWT Dawung. Saat ini konsumen sabun cuci piring sudah berkembang di luar anggota KWT Dawung. “Semoga produksi sabun ini bisa berkembang lebih lagi,” harap Yuni, salah satu pengurus KWT Dawung. (Sr. M. Huberta FSGM)

 

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com