Catatan Sejarah Pengalaman Pelayanan KARINAKAS

KARINAKAS 2006

 

Gempa 27 Mei 2006 menjadi momentum KARINAKAS untuk memulai pelayanannya kepada korban gempa. Pada waktu itu, kantor berpusat di gereja St. Fransiskus Xaverius Kidul Loji, beberapa meter dari Titik Nol kota Yogyakarta. Dimulai dari sebuah semangat kerelawanan, empati pada rasa kemanusiaan yang dibela, Mgr. Ig. Suharyo,Pr memberi mandat untuk melayani mereka yang Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difabel tanpa terbatasi oleh sekat suku, agama, ras dan antargolongan. KARINAKAS didukung oleh organisasi anggota Caritas Internationalis (Caritas Internationalis Member Organizations / CIMOs) dari berbagai negara yang saat itu datang ke Yogyakarta.

 

Dimulai dari penyediaan bantuan logistik dan non logistik bantuan lokal, nasional dan internasional, relawan bergerak membantu mereka yang paling membutuhkan dan belum terbantu oleh lembaga dan pemerintah.

 

2006 – 2007

Tema utama di awal keberadaan KARINAKAS adalah tanggap darurat. Semua aktivitas berkaitan dengan pelayanan kebutuhan para petangguh (survivors) Gempa 2006. Ada dua divisi yang dibentuk saat itu, pendidikan (melayani kebutuhan terkait dengan pendidikan anak: beasiswa, rekonstruksi bangunan sekolah), medis (melayani para korban gempa yang menderita patah tulang belakang).

 

Dalam perjalanan waktu, bertambah lagi divisi baru, yaitu Rekonstruksi. Divisi ini melaksanakan berbagai tindakan pemulihan bangunan pasca Gempa, dari bangunan publik (sekolah, fasilitas umum) hingga rumah.

 

2007 – 2009

Program Rekonstruksi untuk gempa DIY telah selesai, KARINAKAS tidak lagi melayani perbaikan rumah. Karya KARINAKAS sudah membangun 20 Taman Kanak-Kanak di DIY, Bantul,Klaten dan Sleman. Pelayanan terus berlanjut untuk para penyandang Spinal Cord Injury (SCI-Cedera Tulang Belakang) yang kemudian disebut dengan difabel, melayani dengan penguatan kapasitas berbasis masyarakat untuk mengurangi risiko bencana, dan memberikan bantuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

Di tahun 2008, dua program baru dimulai, yaitu Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Pengembangan Masyarakat Mandiri.  Pilot Project PRB dilakukan di lereng Barat Gunung Merapi. Tepatnya di paroki Sumber, Dukun, Magelang. Sementara, kegiatan PMM diawali di area Dawung, Wonosari, Gunung Kidul. KARINAKAS mulai membangun langkah-langkah sebagai upaya perkembangan lembaga, yaitu dengan terwujudnya Perencanaan Strategis 2009 – 2013 yang didiskusikan bersama seluruh staff pada awal Januari 2009 di Kaliurang, Sleman. Perencanaan Strategis inilah yang akan menuntun jalannya program dan capaian-capaian pelayanannya.

 

2010 -2011

Tahun 2010 KARINAKAS diingatkan kembali pada masa Emergency Response pada saat Erupsi Merapi yang dahsyat. KARINAKAS menerapkan management kebencanaan yang lebih matang dan berjejaring dengan banyak pihak . Banyak hal yang menjadi kendala terkait akuntabilitas. KARINAKAS banyak menerima protes dari beberapa pihak atas syarat yang ditentukan. Namun, demi terwujudnya sebuah akuntabilitas, KARINAKAS tetap memberikan pengertian mengenai pentingnya akuntabilitas untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat, penerima manfaat, dan donor. KARINAKAS dipercaya CIMOs dan lembaga lain untuk melakukan perpanjangan tangan pada penyintas Merapi.

 

Perjalanan Pengalaman Staff

Umur lima tahun KARINAKAS banyak membawa cerita baik suka maupun duka, mengalami jatuh bangun dalam pelayanannya. Dalam perjalanannya, lembaga mengharapkan dan melakukan perbaikan melalui evaluasi dan perencanaan pada tiap kesempatan. Banyak pihak yang terlibat dalam pelayanan yang makin mendewasakan lembaga tak lepas juga semangat relawan yang melayani untuk kemanusiaan.Staff KARINAKAS pun berangkat dari relawan yang terus berkembang dan mereka yang memiliki kapasitas menjadi staffyang kapasitasnya terus dikembangkan sebagai perwujudan cita-cita membangun pusat studi Pengurangan Risiko Bencana dan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat.

 

Banyak pengalaman hidup yang di paparkan melalui acara internal bertajuk “Menyejarahkan Perjalanan KARINAKAS” , perjalanan relawan hingga tumbuh menjadi pegiat kemanusiaan menyentuh sisi nurani yang mendewasakan emosional dan intelektual. Mereka memaparkan cerita yang haru, ceria dan patut diteladani.

 

Dr. B. Nugroho memaparkan pengalamannya sebagai Program Manager RBM merasa bahwa dialah yang pihak yang beruntung hidup berdampingan melayani penerima manfaat(difabel). “Pengalaman batin untuk selalu bersyukur, melihat seorang penerima manfaat yang begitu ikhlas menjalani kehidupannya dengan segala keterbatasannya dan sikap ‘nrimo’dan tegar para difabel menguatkan saya dalam melayani dan selalu mengingatkan untuk selalu bersyukur akan berkat-berkat yang diterimanya dan keluarga”. Begitu juga  Venti Agustina, perawat yang memulai karir dengan tim medis ini, merasa bahwa setiap orang mempunyai warna berbeda, ketika hadir dengan segala kerjasama, diskusi, dan gesekan dalam pelayanan dan mengungkapkan ide. Hal tersebut tentunya akan memberi warna yang berbeda. Melayani satu orang dan yang lainnya akan membawa dampak tersendiri baik positif maupun negatif tetapi semuanya akan saling melengkapi dan mendewasakan.

 

Arti Usia Ke Lima

Syukuran KARINAKAS bertempat di Realino, hari Jum’at (10/06) dihadiri oleh Romo Vikjen KAS Romo P.Riana Prapdi, Rm. Budi Susanto, dan Romo J. Ageng Mawarta. Pemotongan tumpeng dilakukan oleh Direktur KARINAKAS Methodius Kusumahadi sebagai simbol semangat baru pelayanan KARINAKAS. setelah sebelumnya tumpeng didoakan dengan cara 4 keyakinan berbeda. Doa secara  Muslim dipimpin oleh Pramono Murdoko, doa secara Kristen oleh Karel Tuhehay, doa secaraHindu oleh Palupi, diakhiri doa secara Katolik oleh Romo A. Budi Susanto, SJ. Keberagaman dalam tubuh lembaga juga meski berada dalam naungan Keuskupan Agung Semarang memberi keindahan akan hidup saling berdampingan dan berbagi antar sesama. Di sinilah pegiat bersatu untuk melayani demi mewujudkan keadilan, perdamaian dan solidaritas.

 





 

 

 

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com