Semangat Untuk Menuju Kehidupan Lebih Baik

Semangat  Menuju Kehidupan Lebih Baik

Kelakukan kita terhadap kehidupan, menentukan sikap kehidupan terhadap kita.

Our attitude toward life determines life’s attitude towards us.
~ Earl Nightingale


 

“Saya berulang kali belajar berjalan mbak, memang sulit dan saya hampir saja menyerah. Tadinya saya berpikir, ya sudah lah.. mungkin memang saya harus begini.” Katanya sedih

Kelakukan kita terhadap kehidupan, menentukan sikap kehidupan terhadap kita.

Our attitude toward life determines life’s attitude towards us.
~ Earl Nightingale

 

Apa jadinya dunia ini tanpa cahaya di malam hari? mungkin inilah yang terjadi sebelum tahun 1877. Sebelum bola lampu ditemukan oleh Thomas Alva Edison. Setelah menemukan mesin telegraf 4 lapis, Thomas Alva Edison menghabiskan sekitar 40.000 dollar dan ada sekitar 6000 bahan yang dicobanya. Usaha Edison akhirnya berbuah pada tanggal 21 Oktober 1879 lahirlah penemuan spektakulernya sebuah lampu pijar listrik pertama yang menyala selama 40 jam. Edison mengatakan “Saya sukses, karena saya telah kehabisan apa ya yang disebut dengan kegagalan”.

 

Kamis (17/06) lalu, saya mendatangi Balai Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri tempat para difable *“Exercise class”. Disana saya bertemu dengan seorang wanita berambut pendek. Badannya kecil dan berkulit sawo matang ini adalah seorang dampingan Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM). Ngalimi (45), begitu dipanggilnya. Dia tinggal dengan si mbok (istilah ibu didaerahnya) di Jonggrangan Srihardono Pundong Bantul.

“Dulu saya tertimpa tembok mbak, waktu itu sedang bersih-bersih. Tulang belakang saya cedera. Untungnya ndak parah” katanya mengingat kejadian gempa bumi di Yogyakarta 26 Mei 2007 lalu. Ngalimi berhasil diselamatkan setelah 3 jam tertimbun reruntuhan tembok dan mengalami Spinal Cord Injury (cedera tulang belakang). Kemudian dia menunjukan bekas lukanya di kaki dan di punggung. Sedikit membuat meringis melihat bekas jahitan sepanjang itu. “Saya dulu ndak bisa jalan hanya berbaring saja di tempat tidur satu bulan. Banyak relawan sewaktu gempa dulu, datang kerumah memberikan saya penguatan.” Katanya menerawang. “Saya didoakan waktu itu sama seorang relawan. Katanya diurapi biar sembuh. Tapi setelah didoakan kaki saya sakit 3 hari, rasanya senut-senut. Saya percaya itu tangan kasih Tuhan yang mengambil penderitaan.”

“Setiap pagi saya berlatih berjalan. Jam setengah lima pagi saya sudah bangun. Pertama-tama pakai alat bantu jalan. Awalnya sulit sekali dan sakit.” Sambil mengingat pertama kali dia belajar berjalan setelah lumpuh selama satu bulan. “Keluarga saya ndak ada yang bantu, jadi saya berusaha sendiri turun dari tempat tidur. Saya belajar berjalan di jalan yang kasar dulu, di tempat yang banyak kerikilnya.” Ada semangat yang besar terpancar dari matanya.

“Saya sempat berhenti belajar berjalan karena operasi pengambilan pen di kaki. Harus istirahat sebentar supaya tulangnya nyambung lagi.” Katanya sambil memegangi buku batik.

“Waktu saya belum bisa jalan itu saya masih bisa membantu si mbok mencuci, saya ndak bisa diam saja di tempat tidur.” Katanya. Dia menghentikan ceritanya sebentar untuk menyemangati Ngatiyah (45) rekan difable yang sedang belajar berjalan menggunakan alat bantu berjalan. “Ayo bu, rasah wedhi.. Seimbang dhisik, dadi ra tiba. Iso-iso! Yakin wae!”(“Ayo bu, tidak usah takut.. seimbang dulu, jadi tidak jatuh. Bisa-bisa! Yakin saja!”) begitu beliau menyemangati rekan difable yang sedang di papah berjalan oleh seorang physiotherapy.

“Saya berulang kali belajar berjalan mbak, memang sulit dan saya hampir saja menyerah. Tadinya saya berpikir, ya sudah lah.. mungkin memang saya harus begini.” Katanya sedih“Tapi banyak teman-teman relawan gempa dulu menyemangati saya. Saya jadi senang dan mau berusaha lagi. Waktu latihan itu banyak dilihatin tetangga-tetangga. Saya latiannya muter kampung. Ya kira-kira satu sampai dua kilometer tiap pagi.” Ngalimi mengaku bahwa dia seringkali ingin menyerah dan menerima pada nasibnya dan menyudahi perjuangannya.

Ngalimi yang saya temui pagi itu sudah lancar berjalan. Bahkan menaiki sebuah sepeda. “Saya ikut arisan juga mbak disini, kemarin saya dapat mesin jahit, lho! Tapi belum bisa digunakan. Harus di servis dulu. Saya dulu belajar menjahit. Nanti mesin jahitnya saya pakai bikin-bikin sesuatu. Saya juga ikut program budidaya jamur program ini dari KARINAKAS baru sebulan ini. Ya mudah-mudahan bisa buat nambah-nambah penghasilan nanti. Sudah mulai tumbuh jamurnya” ungkapnya bahagia.

Seperti Thomas Alva Edison. Sepertinya Ngalimi sudah menghabiskan jatah kegagalannya. Sekarang dia bangga menceritakan bahwa dia sukses berjalan diatas kakinya lagi. Semua orang di dunia ini punya kesempatan untuk berhasil setelah jatah kegagalan dihabiskan. Kalau saja Thomas Alva Edison menyerah pada percobaan ke 5999 kali mungkin dunia ini masih gelap gulita. Edison pun memetik pelajaran bahwa ternyata ada 6000 bahan yang tidak bisa membuat bola lampu berpijar.

Ada sisi positif dari sebuah kegagalan hidup. Kalau saja Ngalimi menyerah pada nasibnya dan bersikap pesimis dalam hidup, dia pasti tidak bisa berjalan, mengendarai sepeda, dan memotivasi rekan difable yang masih berjuang. Sekarang Ngalimi sedang mengembangkan sayapnya membudidayakan Jamur Tiram. Cara Ngalimi menyikapi hidupnya dengan penuh semangat, akan membuahkan sebuah hasil yang baik dikemudian hari. (Deborah)

*Exercise Class : Program Medis KARINAKAS yaitu senam untuk optimalisasi fungsi motorik dan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari untuk para penyandang SCI (Spinal Cord Injuries atau Cedera Tulang Belakang).

 

 

 

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com