Karina-KAS menjalankan program Pengurangan Resiko Bencana Oleh Masyarakat (PRBOM). Program ini diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 2008 di Paroki St. Maria Lourdes, Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Keuskupan Agung Semarang terletak di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah populasi yang tinggal di wilayah keuskupan adalah 19.056.082 jiwa dan 2.64%-nya atau 503.597[1] jiwa adalah umat Katolik. Secara geografis, beberapa wilayah atau paroki di Keuskupan Agung Semarang terletak di lereng-lereng Gunung Merapi, gunung teraktif di Pulau Jawa yang masih menjadi bagian dari Sabuk Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Saat ini, lebih dari 67.305 jiwa masih tinggal di lereng-lereng gunung tersebut dan secara langsung berhadapan dengan atau hidup bersama bahaya letusan Gunung Merapi[2].
Namun demikian, hampir semua bencana yang ada di Indonesia, seperti banjir dan tanah longsor pada musim penghujan, kelaparan dan kekeringan, gempa bumi, angin topan atau puting beliung, konflik sosial, dan lain-lain juga terjadi di wilayah keuskupan ini. Dampak terburuk dari sebuah bencana adalah hilangnya bentuk-bentuk kehidupan karena orang-orang atau masyarakat yang terdampak tidak siap dalam menghadapi hal tersebut. Banyak kasus yang terjadi selama ini, tanggung jawab untuk melakukan proses tanggap bencana masih diserahkan kepada pihak di luar masyarakat terdampak, seperti lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan baik dalam dan luar negeri, maupun pemerintah.
Kegiatan-kegiatan tanggap bencana, baik sebelum, pada saat dan sesudah bencana, sebaiknya juga dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Persiapan untuk menghadapi bencana di masing-masing keluarga dan masyarakat secara umum dalam sebuah komunitas perlu dilakukan. Upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi sebuah kejadian menjadi suatu bencana perlu dilakukan dengan melibatkan semua pihak di dalam komunitas. Sehingga ketika terjadi sebuah bencana, mereka bisa melakukan hal-hal yang mendesak untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi jatuhnya korban tanpa harus menunggu datangnya pihak-pihak luar yang akan membantu.
Untuk mendorong kesadaran masyarakat supaya terlibat dalam kegiatan tanggap bencana, Karina-KAS menjalankan program Pengurangan Resiko Bencana Oleh Masyarakat (PRBOM). Program ini diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 2008 di Paroki St. Maria Lourdes, Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Paroki dan komunitas-komunitas yang ada di wilayah tersebut diajak untuk merencanakan kegiatan pencegahan, pengurangan dan kesiap-siagaan dalam menghadapi situasi kebencanaan. Khususnya untuk mengurangi ancaman hilangnya nyawa dan harta benda yang mungkin terjadi karena sebuah kejadian bencana di wilayah lereng Gunung Merapi.
Pada perkembangannya, sejak tahun 2009 PRBOM juga dilaksanakan di wilayah paroki lain di Keuskupan Agung Semarang yaitu Paroki St. Yakobus, Klodran, Bantul dan Paroki St. Maria di Fatima, Sragen. Di kedua wilayah ini, pendekatan yang dilakukan tidak lagi mengacu pada Gunung Merapi seperti yang dilakukan di wilayah Sumber. Masyarakat di Bantul dan Sragen diajak untuk mengenali dan memahami bentuk-bentuk ancaman yang ada di wilayahnya masing-masing. Mereka juga diajak untuk melihat potensi dan kapasitas yang dimiliki yang bisa digunakan untuk mengurangi faktor-faktor yang beresiko untuk meningkatkan jumlah jatuhnya korban pada sebuah kejadian bencana.
Pada pelaksanaannya, Karina-KAS bekerjasama dengan orang-orang dari komunitas setempat yang berperan sebagai fasilitator. Mereka datang dari berbagai latar belakang, baik tua-muda, maupun pria-wanita. Para fasilitator ini dipersiapkan sejak awal dengan berbagai pelatihan yang mendukung kegiatan PRBOM di tingkat komunitas. Mereka juga diajak untuk terlibat dalam kajian-kajian awal yang dilakukan untuk persiapan pendampingan di sebuah wilayah. Pendekatan ini dirasa cukup berhasil, sebab masyarakat menjadi tidak canggung untuk berhadapan dengan para fasilitator yang punya kesamaan “bahasa dan kedekatan emosi”. Para fasilitator ini tidak hanya berperan dalam memfasilitasi proses PRBOM, namun juga harus bisa menjadi perantara untuk membagikan pengetahuan dan pengalamannya kepada masyarakat. Sehingga nantinya masyarakat bisa mengambil alih peran Karina-KAS dan fasilitator dalam kegiatan-kegiatan tanggap bencana.
Mari kita kuatkan kapasitas untuk kurangi resiko bencana!
[1] Data pada tahun 2004 diambil dari
http://www.ekaristi.org/statistik/stats.php?caty=34
[2] Lebih dari 67.305 orang di Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali, tinggal di lereng Gunung Merapi. Pada saat erupsi di bulan Mei tahun 2006, lebih dari 21.000 orang dievakuasi di 22 tempat penampungan sementara.
Sumber http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=299.