Relawan Paroki Boyolali (Setelah Fase Emergency Menuju Fase Recovery)

T : Peran Relawan di Boyolali (Paroki Boyolali) apa saja?
J : Kami melayani para pengungsi selama mereka hidup di pengungsian (Gereja HTB Santa Perawan Maria) hingga pendampingan recovery paca bencana. Setelah mereka pulang dari pengungsian, mereka masih belum bisa memenuhi kebutuhan mereka. Mereka belum bisa langsung bekerja, perlu waktu untuk membenahi rumah dan mungkin lahan.

T : Pengungsi di Gereja Boyolali terhitung banyak, apakah ada yang tidak kebagian bantuan?
J: Tidak ada, kalau pun ada yang tidak kebagian, itu karena mereka datangnya terakhir atau pernah tinggal di posko lain dan berpindah-pindah tetapi mereka masih ada dalam satu wilayah yang dikoordinasikan oleh ketua kelompoknya masing-masing.

 

T : Apakah ada konflik bathin para relawan jika di satu sisi ingin membantu pengungsi, tapi kenyataannya kapasitasnya kurang?
J : Konflik batin itu pribadi masing – masing relawan. Biasanya keinginan membantu di posko pengungsian atau waktu distribusi logistik terbentur dengan waktu kerja / studi relawan. Maka sistem kerja dalam membantu pengungsi didasarkan pada kelonggaran waktu masing-masing. Bagi yang siap dan punya waktu luang akan sangat siap membantu dan diberi tugas apapun.

T : Peran pemerintah Boyolali untuk pengungsi bagaimana menurut kalian?
J : Sepertinya pemerintah kurang siap/tanggap dalam mengangani bencana, bantuan pemerintah yang diberikan dalam bentuk pengiriman instansi-instansi kesehatan untuk melayani pengungsi masih kurang. Tetapi Pemerintah melalui Dinas Kesehatan menjamin penanganan kesehatan warga pengungsi. Bantuan logistik kurang merata dirasakan oleh pengungsi. Pengungsi mempunyai harapan besar agar pemerintah membantu sepenuhnya selama ini relawan hanya bisa membantu semampunya.

T : Sekarang sudah tidak ada pengungsi lagi di Paroki Boyolali karena perubahan zona aman. Mereka sudah kembali ke rumah masing-masing, apa tanggapan pengungsi saat mereka pulang?
J :  Mereka yang kembali ke desa Rogobelah (4km dari puncak Merapi) menangis saat pulang hari Jumat atau Sabtu (19-20/11) lalu. Kami saling berpelukan sebelum mereka naik ke mobil yang mengantar mereka kembali ke rumah ada rasa haru dan sedih.

T : Pengalaman paling menarik saat membantu pengungsi?
J : Banyak hal yang bisa kami petik dalam bencana Merapi ini. Kami tidak melihat agama, golongan atau ras apapun bahkan kami sangat menghargai dan menghormati perbedaan. Apalagi saat Idul Adha,kami bersama-sama merayakan hari kurban tersebut di halaman gereja. Hal inilah yang membuat persaudaraan kita erat meski kami berbeda.

T : Setelah pengungsi kembali kerumah, apa sajakah yang masih diperlukan oleh pengungsi untuk survive dan memulai kembali hidupnya?
J : Paroki sendiri sudah memikirkan banyak sektor, dari segi rekonstruksi, mereka membutuhkan bantuan untuk membangun kembali atap-atap mereka yang roboh. Sektor pangan, mereka pun perlu mengolah tanah lagi. Lahan – lahan belum siap tanam kembali karena tertutup abu, dan tanaman banyak yang mati. Dari sisi psikologis mereka tidak begitu terdampak parah. Kami sudah mempersiapkan paket – paket sembako untuk dibagi ke daerah yang terdampak sekitar Boyolali, kami akan memulai dari data pengungsi yang ada di gereja terlebih dahulu.

 

 

 


Reported by : Joannes Ega Atasana (Relawan Mudika Boyolali)

 

 

 

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com