Merapi hari itu terlihat cantik dari kejauhan. Nampak awan putih tipis menyelimutinya. Merapi adalah sahabat penduduk yang tinggal di kakinya. Ketika merapi sedang bergejolak, awan panas turun, material di perutnya dimuntahkan, penduduk perlu menyingkir sejenak. Mereka membiarkannya bergeliat sejenak karena mereka percaya, Merapi akan membawa berkah di wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Magelang, Boyolali dan Klaten. Pasir, abu vulkanik, bebatuan dan belerang adalah sedekah dari Merapi untuk mereka yang hidup dari pertanian, perikanan, pertambangan pasir dan ternak.
Sektor pariwisata, ekonomi, pertanian, peternakan, perikanan dan pertambangan pasir di lereng Merapi beberapa waktu lalu tertidur lelap. Kegiatan perekonomian warga yang tinggal di lereng Merapi di sekitar bantaran Kali Woro Klaten (6 km dari puncak) mulai bangkit dari mati surinya setelah beberapa minggu. Material seperti pasir, kerikil dan batu yang dimuntahkan dari perut Merapi adalah sumber kehidupan bagi penambang pasir tradisional untuk mereka yang bernaung di lereng Merapi. Meski dua minggu yang lalu status Merapi masih berbahaya, penambang – penambang tradisional di bantaran Kali Woro Kabupaten Klaten sudah memulai aktifitasnya. Mereka sibuk memanen pasir dari Merapi untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Pasir di bantaran Kali Woro disekop, dipindahkan ke ember-ember, kemudian diangkut dengan meletakannya dikepala mereka ke truk pengangkut pasir. Membawa kembali ember kosong ke bawah bantaran sungai dan membawanya keatas dimana truk menunggu untuk dikenyangkan. Energy yang besar, hingga keringat mengucur bukanlah penghalang. Panas terik matahari yang menyengat menusuk kulit adalah pengganti dari rupiah demi rupiah yang dikumpulkan untuk hidup. Banyak manula yang masih aktif turut serta berprofesi sebagai penambang pasir. Perempuan – perempuan tua masih sanggup memikul cangkul ataupun seember pasir untuk dipindah ke dalam truk yang menganga.
Sejak pukul 07.00 pagi, para penambang tradisional setempat sudah membawa peralatan cangkul, ember, kain untuk *menyunggi pasir, dan sekop untuk mengumpulkan butiran demi butiran menjadi kumpulan pasir sebanyak 6 kubik. Warjo, penambang pasir terpaksa harus naik turun dari titik dimana truk diparkir ke lembah pasir yang letaknya cukup jauh. Truk tidak bisa langung turun ke bantaran sungai karena jalan longsor dan terputus saat Merapi dilanda hujan lebat. Meski erupsi Merapi sudah berangsur-angsur berkurang intensitasnya, bukan berarti mereka aman. Mereka harus selalu waspada akan ancaman banjir lahar dingin bila hujan terjadi di puncak Merapi.
Jalan sepanjang kecamatan Jogonalan hingga kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten sibuk dilewati truk. Pukul 10.00 – 11.00 pagi dilalui sebanyak 73 truk dengan muatan pasir dan batu. Satu truk kira – kira berisi 6 kubik pasir. Dalam Satu hari, setiap satu kelompok penambang pasir (4-5 orang) mampu menjual hingga 2 truk pasir dan batu. Satu truk pasir atau per 6 kubik dihargai sekitar Rp. 180.000 – Rp. 220.000. Marwan, penambang pasir setempat memperoleh hasil sekitar Rp. 60.000 hingga Rp. 100.000 per hari, hasil yang lumayan karena mereka sempat tidak punya penghasilan semenjak mengungsi.
“Sehari paling tidak saya memindahkan pasir – pasir ini hingga dua truk. Kalau lebih dari itu saya tidak kuat.” Kata Bu Daryo sambil mengelap keringat. Perempuan diusia senja itu masih sibuk memindahkan pasir – pasir ke dalam truk. Gerakan konstan membungkuk untuk mengeruk pasir, kemudian berdiri dengan melemparkan sekopnya kearah yang lebih tinggi secara terus menerus sudah dilakoninya sejak subuh hingga matahari berada tepat di atas kepalanya.
Ade, supir truk pasir dari Boyolali biasanya menunggu kira-kira satu hingga dua jam agar truknya penuh dan siap diantar ke konsumen di Boyolali. Pasir dan batu di lereng Merapi adalah sumber penghidupan bagi masyarakat tradisional. Kandungan besi dalam pasir Merapi cukup banyak dan mengandung sedikit lempung. Daya tahan pasir Merapi untuk bangunan membuat beton berkualitas dan tidak mudah keropos. “Pasir Merapi bagus untuk bahan bangunan, irit semen.” Kata Ade.