Becik Ketitik, Ala Ketara

Idiom becik ketitik ala ketara, yang baik pasti ketahuan dan yang jahat pasti terlihat, merupakan pengakuan sosial terhadap kebenaran hukum sebab akibat. Penghayatan atas idiom populer ini memudahkan serta mendorong seseorang untuk berbuat transparan dalam manajemen. Tanpa ada kontrol secara langsung, pihak-pihak yang akan melakukan pelanggaran pasti hatinya gelisah. Suara hatinya mencegah untuk berbuat yang kurang terpuji. Meskipun orang lain tidak mengetahui, tetapi hati sanubarinya tidak dapat ditipu. Maka dengan sendirinya niat baiklah yang akan dimenangkan serta dipraktekkan.[1]

 

Becik ketitik, ala ketara bisa diartikan sebagai baik atau buruk perbuatan pada akhirnya akan terungkap juga. Becik ketitik berarti bahwa hal yang baik (pasti) akan ditengarai. Sedangkan ala ketara, mempunyai arti ketidak-baikan pasti kelihatan, entah bagaimanapun hal tersebut disembunyikan dan atau dimanipulasi.


Becik ketitik, ala ketara sangat berhubungan langsung dengan kepercayaan orang atau masyarakat. Divisi CBR/RBM KARINAKAS (Community Based Rehabilitation / Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat KARINAKAS) menggunakan model pendekatan twin track approach (pendekatan-advokasi pribadi maupun komunal) untuk melakukan pelayanan. Dengan pendekatan ini, rasa percaya adalah kunci. Kepercayaan masyarakat (difabel dan non difabel)  terhadap penyandang disabilitas adalah sebuah bangunan yang amat mahal harganya.

 

Seperti bangunan, rasa percaya tersebut disusun dari berbagai unsur. Rasa percaya merupakan buah proses dan pengenalan karakter yang didapat dalam waktu yang lama. Seluruh sendi kehidupan seseorang akan menjadi material untuk mendirikan bangunan tersebut. Kualitas dan harga dari bangunan tersebut juga ditentukan dari kualitas bahan dan kinerja pembangunnya. Rasa percaya itu dibangun, tidak  muncul secara mendadak.

 

Kepercayaan didapat dari masyarakat, keluarga dan (yang paling penting) dari diri sendiri.  Tidak sedikit difabel yang dipercaya dan mampu mengemban kepercayaan tersebut dengan baik. Dari rekan-rekan difabel di Bantul yang beraktivitas bersama RBM KARINAKAS, yang pada akhirnya mampu bangkit dan menjadi bagian penuh dari anggota masyarakat, adalah mereka yang mampu mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya.

 

Kepercayaan akan selalu terkait dengan keutamaan lain. Beberapa hal baik yang dapat dikaitkan dengan kepercayaan adalah kejujuran, daya juang, dan kemandirian. Tiga hal itu akan menentukan seberapa besar kepercayaan dapat diberikan pada seseorang.

Dalam prakteknya, menjadi jujur, berdaya juang dan mandiri adalah sebuah perjuangan tersendiri. Difabel yang mempunyai kelompok dan mengelola sumber daya dalam kelompok tersebut merasakan beratnya perjuangan tersebut. Ketika KARINAKAS RBM Bantul berjuang untuk membuka dan membukakan akses bagi teman-teman difabel, seringkali berhadapan dengan mentalitas grant (pemberian ; selalu berharap mendapatkan suatu hal yang materiil secara cuma-cuma). Sesuatu yang harusnya menjadi milik bersama dan bergulir, menjadi mandeg karena sumber daya tersebut dianggap sebagai   sumberdaya pribadi. Jadi ada anggota yang memandang bahwa sebenarnya itu adalah hak pribadi.

 

Ketika hal tersebut terjadi, biasanya akan menular kepada orang lain. Kemudian lambat laun kepercayaan terhadap difabel, bahkan diantara sesama difabel pun, terkikis. Dengan semakin terkikisnya kepercayaan terhadap teman difabel, secara tidak langsung difabel dengan sendirinya menutup pintu akses bagi dirinya sendiri.

Banyak rekan-rekan difabel yang mampu mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya. Namun,tidak sedikit pula yang kurang mampu menjaga kepercayaan tersebut. Dalam situasi ini, becik ketitik ala ketara menjadi sebuah pesan moral yang perlu untuk selalu didengungkan. Waktu akan menjadi jawaban atas dinamika kepercayaan, kejujuran, daya juang, dan kemandirian.

 

Becik ketitik ala ketara sebagai sebuah nilai universal mengajarkan kepada kita untuk selalu membangun dan menjaga kepercayaan yang diberikan. Karena apapun perbuatannya, baik maupun buruk, hasil dari perbuatan itu akan selalu kembali kepada si pelaku perbuatan.

 

 


[1] Purwadi, Dr.,M.Hum, Filsafat Jawa dan Kearifan Lokal

 

 

 

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com