Foto bersama para Pembicara, Penyelenggara dan Peserta Diskusi Aksesibilitas Tempat Ibadah di UGM (Foto: Rm Toms)
Pusat Studi dan Logistik (Pustral UGM) bekerja sama dengan Lembaga Dria Manunggal (sebuah lembaga pemberdayaan difabel) dan jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar pameran Redesain Arsitektur Peribadatan. Acara ini diselengarakan pada tanggal 29 Juli – 1 Agustus 2017. Kemudian pada tanggal 1 Agustus 2017, diadakan diskusi antara fasilitator dengan para peserta undangan, sekaligus pengumuman pemenang lomba redesain. Kegiatan diskusi ini mengambil tema tentang Aksesibilitas Peribadatan, yang bertempat di pusat Studi Transportasi dan Logistic (Pustral) UGM Yogyakarta.
Kegiatan diskusi ini diikuti oleh berbagai lembaga atau yayasan sosial termasuk KARINAKAS, para tokoh agama, para difabel lintas iman, akademisi dan pejabat atau instansi pemerintah yang berkaitan dengan aksesibilitas peribadatan. Tujuan diadakannya diskusi ini adalah untuk menggugah komitmen pemerintah dan pihak terkait dalam pemenuhan hak aksesbilitas peribadatan bagi difabel, dan mendapatkan gambaran tentang mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi rumah ibadah terkait prasyarat standar aksesibilitas.
Acara diskusi diawali dengan pembukaan dan menyanyikan bersama lagu Indonesia Raya, lalu dilanjutkan sambutan dari ketua Dria Manunggal yakni bapak Setyo Adhi Purwanto. Bapak Setyo berharap melalui diskusi ini peserta menjadi sadar bahwa bahwa kaum difabel perlu dibantu agar mandiri dalam beribadat di rumah ibadat, dan salah satu syaratnya adalah rumah ibadah itu harus aksessibel bagi difabel.
Acara lalu dilanjutkan dengan pemaparan dari para narasumber dan diskusi. Narasumber dalam diskusi ini adalah Bapak Ustadz Mohamad Jazirah A., beliau adalah Ketua Dewan Syura Takmir Masjid Jogokaryan Yogyakarta, dan Bapak Agung Kurniawan, S.Ip, M.Si, dari DPMPT Kab. Kulon Progo. Bapak Moh. Jazirah berkisah mengenai realitas aksesibilitas peribadatan bagi kaum difabel, dimana masih ada pemimpin agama yang belum sehati dan dalam memandang para difabel. Ia juga menyampaikan bahwa saat ini di Masjid Jogokaryan sudah ada 26 jamaah yang memakai kursi roda. Ia menegaskan bahwa mereka yang difabel harus diberi hak yang sama dalam peribadatan. Sementara Bapak Agung Kurniawan banyak mengulas tentang izin pendirian (IMB) rumah ibadat yang mengacu pada Perda No 14 Tahun 2011 dan Perbub No 76 tahun 2011. Salah satu point penting adalah bahwa IMB untuk rumah ibadat itu biayanya gratis.
Diskusi ini semakin menarik karena ada sesi tanya jawab antara narasumber dengan peserta. Acara diakhiri dengan pembagian hadiah lomba redesain arsitektur peribadatan. (Rm Toms)