Sabtu Malam (01/10), Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat KARINAKAS memutar film berjudul Forest Gump di Pendopo Balai Desa Canden Kabupaten Bantul. Pemutaran film dibuka dengan drama yang dipentaskan oleh “Diff.com”. Para lakon dalam drama tersebut diperankan oleh para difabel.

Film Forest Gump diputar adalah tentang seorang difabel bernama Forest Gump yang hidup dengan IQ 75 yang diperankan oleh Tom Hanks. Film ini menceritakan perjuangan difabel dalam melewati hidupnya dengan penuh perjuangan mulai menjadi tentara, pemain football, dan pemain tenis meja. Dalam film ini, ada sebuah pesan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mendapat kesempatan hidup yang sama dengan yang lain. Berkat didikan ibunya, Gump pun tumbuh dengan semangat dan tekat yang tinggi hingga mampu meraih medali, penghargaan dan beberapakali bertemu dengan presiden karena prestasi yang diraihnya.

Pemutaran film ini bertujuan untuk meningkatkan ‘public awareness’ difabilitas kepada masyarakat. Dengan harapan, masyarakat dapat menerima difabel di lingkungannya, dan mereka dapat saling mengenal kebutuhan satu sama lain.  Penyadaran public mengenai masalah dan kebutuhan difabel dirasa sudah menjadi kebutuhan mendasar mulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga dan lingkungan sekitar. Difabel juga manusia biasa yang memiliki hak yang sama dengan manusia lain, mereka perlu diberi kesempatan berjuang dan mempunyai kemauan untuk mencapai kesuksesan di tengah – tengah masyarakat. Melalui kegiatan pemutaran film inilah, diharapkan kesadaran masyarakat mengenai difabilitas dapat tersampaikan.

 

 

 

Surat izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo Kecamatan Nguter Kedungwingong Sukoharjo nomor 260 / 418 / VIII / 2011 adalah sebuah angin segar untuk difabel. Sebuah perhatian dari pemerintah terhadap keberadaan difabel di wilayahnya supaya mempunyai semangat untuk meningkatkan perekonomian. Pemerintah desa setempat meminjamkan sebuah kios ukuran 3m x 4m untuk dipergunakan sebagai Kantor Sekretariatan dan Usaha Bersama Paguyuban Difabel Sehati Kedungwinong.

 

Pertemuan singkat (27/09) antara Paguyuban Sehati dan Kepala Desa Kedungwinong hari itu membicarakan tindak lanjut kios yang dihibahkan. Kepala Desa Kedungwinong, Ruswiyoko, S.E mengatakan “Kios tersebut silahkan dipergunakan sebagaimana mestinya dan sebaik-baiknya. Pemerintah mendukung sepenuhnya dengan catatan selama masih produktif dan difabel mampu mengembangkan kreatifitasnya. Jika suatu saat nanti terjadi kevakuman maka kios tersebut akan ditarik kembali.”

 

Kepala Desa yang masih enerjik dan berjiwa muda tersebut menambahkan bahwa Paguyuban sehati sudah 180 derajat berubah sejak didorong oleh RBM KARINAKAS. Dahulu, sudah ada beberapa yayasan yang berusaha menggerakan dengan program – programnya, namun kemudian tidak berjalan dan mati. “Saat ini harapan kami, difabel mampu berdaya melalui kios tersebut dan dapat menopang kehidupan masing – masing keluarga. Jangan merasa rendah diri karena semua manusia dilahirkan atas pemberian Allah S.W.T. Saya pribadi merasa perlu peduli dan mengistimewakan difabel dan semoga hal ini dapat diteladani oleh pemerintah – pemerintah di tempat lain.” Kata Bapak Ruswiyoko.

 

“Ave… ave… ave… Maria…”

“Ave…ave…ave… Maria…”

Begitu lantunan umat Paroki Gereja Santa Maria Lourdes Promasan dalam tradisi arak – arakan menuju Gua Maria Sendangsono. Banyak umat yang memutar biji Rosario sambil berdoa. Tradisi arak – arakan tersebut berbeda dari biasanya, karena bersamaan dengan “Perayaan Ekaristi Semarak Wajah Sosial Gereja Keuskupan Agung Semarang”.

 

Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) KARINAKAS bekerja sama dengan KARINAKAS Posko Sragen menggelar acara lokalatih di Rumah Retret “Santa Maria”, Desa Ngunut, Tawangmangu, Karanganyar. Acara yang berlangsung selama dua hari difasilitatori oleh tim KARINA Posko Sragen yang telah banyak bergelut dengan penganggulangan bencana di wilayah terdampak luapan Sungai Bengawan Solo.

 
Lokalatih ini bertujuan untuk memperkenalkan, bertukar informasi dan meningkatkan pengetahuan tentang penanggulangan bencana. Acara tersebut juga ajang berbagi pengalaman oleh wilayah dampingan terdahulu yaitu Paroki Sragen. Selain berbagi pengetahuan dan pengalaman, pelatihan ini juga dimaksutkan untuk memperkuat jaringan antar paroki dan masyarakat secara bersama – sama untuk menanggapi isu-isu kebencanaan yang ada di wilayah paroki masing –masing.

Kegiatan pendampingan Pengurangan Risiko Bencana oleh Masyarakat sudah memulai pada tahap Kajian Partisipatif Resiko Bencana (KPRB) di Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul pada hari Minggu (17/07). Warga yang hadir 37 orang, mereka aktif mendiskusikan ancaman yang ada di wilayah mereka sekitar 5 hingga 10 tahun yang pernah terjadi belakangan.

 

Berdasarkan kajian yang dilakukan bersama, masyarakat sepakat bahwa yang menempati ancaman di ranking pertama adalah kekeringan yang hamper terjadi di musim kemarau, kemudian menyusul ancaman tanah longsor, gempa, angin rebut, dan wabah penyakit antraks. Dari pemetaan ancaman, warga sudah mulai memikirkan akar dari permasalahan yang menyebabkan kekeringan. Selain kemarau, warga menyebutkan karena tanah disekitar mereka gundul, tidak ada penampungan air, dan faktor alam. Kemudian muncul masalah – masalah seperti hasil pertanian berkurang, perekonomian terhambat, kelaparan, gizi balita buruk, penyakit dan kematian.

 

Rekomendasi dari masyarakat untuk menanggulangi ancaman tersebut adalah dengan membuat penampungan air, pembuatan sumur bor, pengetahuan kesehatan, kelompok kesiapsiagaan, pengetahuan P3K, pengematan air, dan reboisasi. Masih ada rangkaian kajian kerentanan dan kapasitas yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Kajian tersebut di fasilitasi oleh relawan lokal Sardi yang menjabat sebagai kepala Dukuh Desa Wangon, Wonosari, Gunung Kidul.

 

 

 

Di Bulan Ajaran Sosial Gereja tahun ini, Keuskupan Agung Semarang mengundang umat untuk mengenal lebih dekat serta terlibat dalam karya - karya kemanusiaan yang dilakukan KAS dengan menghadiri :

Perayaan Ekaristi SEMARAK WAJAH SOSIAL GEREJA Keuskupan Agung Semarang

Ditetapkannya Raperda tentang Kesetaraan, Kemandirian, dan Kesejahteraan Difabel menjadi Perda pada Senin (31/1) perlu disyukuri setelah melalui perjalanan yang panjang. Adanya penambahan sejumlah bab baru dalam Raperda, yang diantaranya bab IX mengenai larangan melakukan tindakan merendahkan harkat dan martabat, mengucilkan atau mengkarantina, mengeksploitasi dan melakukan diskriminasi tidak ada artinya dan tidak mempunyai daya guna jika tidak dilaksanakan dan diimplementasikan secara benar.

 

Setelah usai pendampingan di wilayah ancaman banjir di Sragen, dan ancaman longsor, angin dan gempa bumi di Bantul, hingga lahir Paguyuban Sayuk Rukun Sragen dan Paguyuban Jaga Bebaya Bantul, tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) melanjutkan pelayananannya ke daerah lain. Setelah melalui assessment di beberapa wilayah, akhirnya diputuskan untuk mendampingi wilayah memiliki ancaman di tiga desa yang terletak di tiga kabupaten yaitu Desa Pacing, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, dan Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo.

Sosialisasi telah dilakukan di daerah tersebut dengan melibatkan wakil-wakil anggota masyarakat dari berbagai elemen, serta melalui Paroki wilayah tersebut. Dalam pertemuan tersebut, KARINAKAS juga mempunyai kesempatan menyampaikan program – program lain selain PRB seperti Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) dan Program Masyarakat Mandiri (PMM) yang dapat diintegrasikan dengan paroki. Misalnya pengintegrasian kegiatan penanaman bibit pohon oleh PSE Paroki Boro atau pengentasan kemiskinan dengan Cedit Union dari PSE Paroki Wedi.

Persiapan pendampingan tersebut sudah dimulai dengan memberikan pelatihan PRBOM kepada fasilitator lokal tanggal 24-27 Mei 2011, bertempat di Disaster Oasis, Pakem dengan mengundang calon fasilitator lokal Paroki Boyolali, Paroki Wedi, Paroki Boro, Paroki Promasan, Desa Pacing, Desa Serut, dan Desa Sidoharjo. Dihadiri pula oleh fasilitator dari Paguyuban Sayuk Rukun Sragen dan Paguyuban Jaga Bebaya Bantul yang telah sukses dengan pendampingan PRBOM.

KARINAKAS berharap, dengan kapasitas masyarakat yang dapat ditingkatkan melalui serangkaian pelatihan-pelatihan, dapat mengurangi risiko yang akan diderita apabila ancaman datang. Terlebih lagi apabila ada paguyuban – paguyuban lokal  yang akan lahir di daerah dampingan dan peduli akan ancaman bencana dikemudian hari.

 

 

 

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com