Gempa bumi beruntun terjadi di Lombok. Pada hari Minggu, 29 Juli 2018, pukul 06.47 WITA, terjadi gempa bumi 6,4 SR pada kedalaman 10 km, 28 km barat laut Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tercatat telah terjadi 346 gempa susulan hingga 31 Juli 2018. Akibat gempa, 5.448 rumah yang rusak dan beberapa fasilitas vital masyarakat rusak. Korban jiwa 19 orang meninggal, 183 orang rawat inap, dan 3.457 orang luka ringan, serta 10.062 orang masih mengungsi
Pada hari Minggu, 29 Juli 2018, pukul 06.47 WITA kembali terjadi gempa bumi 6,4 SR pada kedalaman 10 km, dengan titik 28 km barat laut Lombok Timur, NTB. Kemudian hari Minggu, 5 Agustus 2018, pukul 18.46 WITA, kembali terjadi gempa bumi 7 SR, NTB. Gempa menambah kerusakan, kerugian material, dan korban jiwa. Setelah agak tenang sejenak pada hari Minggu, 19 Agustus 2018, gempa 6,9 SR kembali mengguncang Lombok. Sampai hari Senin 20 Agustus 2018 masih terjadi 101 kali gempa susulan. (sumber: Sitrep 1-2 Humanitarian Forum Indonesia/HFI dan BNPB).
KARINAKAS sebagai lembaga milik Keuskupan Agung Semarang yang memiliki mandat kebencanaan, bekerjasama dengan para pastor paroki dan seluruh umat Keuskupan Agung Semarang, melakukan gerakan solidaritas untuk membantu mengurangi penderitaan warga terdampak bencana.
Gerakan solidaritas KARINAKAS ini bekerjasama dengan Tim Tanggap Bencana Keuskupan Denpasar (TTB KD), dalam koordinasi dengan Karitas Indonesia KWI (KARINA KWI) dan jaringan Karinakas lainnya. KARINAKAS mengadakan pengumpulan dan penyaluran bantuan, baik berupa dana maupun barang. Bantuan disalurkan melalui TTB KD. Jenis bantuan barang (biscuit dan 1000 paket cleaning kit/peralatan mandi), sudah dikirim pada hari Selasa 14 Agustus 2018, dan tiba di Lombok pada hari Kamis, 17 Agustus 2018.
Bantuan-bantuan tersebut berasal dari paroki-paroki maupun umat secara pribadi. Bantuan didistribusikan oleh TTB KD dan relawan. Semoga bantuan ini bermanfaat mengurangi penderitaan warga terdampak, dan sekaligus menghadirkan wajah sosial Gereja di tengah-tengah masyarakat, bahwa Gereja juga peduli terhadap persoalan kemanusiaan, apa yang menjadi duka dan kecemasan masyarakat, juga menjadi duka dan kecemasan Gereja. (Rm. Toms)