Pokja Monev

Pada tanggal 10-13 Juli 2018, Pokja Monitoring Program Caritas Germany – BNPB mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap program Karinakas yang merupakan mitra dari Karitas Jerman (DVC). Pokja Monitoring terdiri dari BIN, BAIS, Intel Polri, Kementrian Keuangan, Kementrian Sekretaris Negara, Kementrian Luar Negeri, dan Kemendagri.

Mereka mengadakan kunjungan dan sekaligus monitoring ke wilayah dampingan Karinakas pada program Pengurangan Resiko Bencana yakni di Desa Samiran dan Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali. Kunjungan juga dilaksanakan pada salah satu desa dampingan Karinakas pada program Inklusi Sosial, yakni Desa Sampang, Gedangsari, Gunungkidul. Salah satu donor dari program-program tersebut adalah DCV. Dalam kunjungan lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 11-12 Juli 2018 itu, mereka mengadakan wawanhati dengan warga penerima manfaat dari program Karinakas dan sekaligus kunjungan lapangan menyaksikan secara langsung kondisi dan situasi warga penerima manfaat. (Rm. Toms)

Kontijensi

Pada hari Kamis, 7 Juni 2018, Karinakas mengadakan diskusi awal menanggapi kondisi Merapi yakni membahas Rencana Kontinjensi terkait aktivitas gunung Merapi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Rencana kontinjensi akan diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan terjadi.

Diskusi tersebut dilaksanakan di kantor karinakas, mengundang perwakilan relawan paroki lingkar Merapi. Diskusi dilaksanakan untuk menggali informasi-informasi dari masing-masing peserta, dan sekaligus memperdalam matrik perencanaan Tanggap Darurat Paroki 2016. Hasil diskusi akan diperdalam, dan harapannya bisa menjadi sebuah rencana kontijensi yang meliputi rencana untuk erupsi kecil, erupsi sedang dan erupsi besar. (Rm Toms)

Paroki Lingkar Merapi

Romo A. Dwi Aryanto, Pr., Direktur KARINAKAS, memberi sambutan pada para relawan. (Foto: Dok KARINAKAS)

Pada tahun 2018 ini, Merapi mengeluarkan letusan freatik yang cukup besar. Seperti yang dilaporkan oleh Hardono, Tim Lapangan Karinakas di paroki Boyolali, pada tanggal 11 Mei 2018, Merapi mengeluarkan abu vulkanik yang amat besar dari biasanya disertai suara gemuruh. Banyak warga sekitar lereng Merapi, yang cemas dan ketakutan. Setelah kejadian itu, di beberapa daerah lereng Merapi, terjadi hujan abu. Meski oleh pihak berwenang, yakni Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), status Merapi masih dinyatakan “normal”.

Namun pada tanggal 21 Mei 2018, Merapi kembali mengekuarkan letusan freatik. Bahkan letusan itu terjadi tidak hanya sekali. Hal itu mengakibatkan beberapa warga kembali panik dan bahkan mengungsi yang salah satunya di kelurahan Tlogolele. Pada letusan freatik kedua ini, Merapi juga mengeluarkan abu dan menyebar ke beberapa daerah di sekkitar lereng Merapi, bahkan sampai di sekitar kota Magelang. BPPTGK menaikkan status Merapi menjadi “waspada”.

Karinakas sebagai Lembaga Sosial Keuskupan Agung Semarang yang memegang mandat kebencanaan, bekerjasama dengan Relawan-relawan di sebelas Paroki Lereng Merapi dan komunitas TAGAR, mengadakan respon terhadap kejadian erupsi Merapi itu. Sampai dengan saat ini, Karinakas menyalurkan bantuan sejumlah sekitar 14.000 masker dan 10 lusin obat tetes mata. Masker dan obat tetes mata dibagikan kepada warga terdampak melalui Relawan-relawan Paroki Lingkar Merapi yang dikoordinasi oleh Karinakas.

Karinakas juga memanfaatkan kesempatan pertemuan rutin 3 bulanan antar 11 Relawan Paroki Lingkar Merapi pada tanggal 26 Mei 2018, yang dikoordinasi oleh Karinakas, untuk sedikit menambah kapasitas Relawan Paroki Lingkar Merapi itu dengan materi dari buku SPHERE tentang Standar Inti dan Standar Minimum dalam kegiatan respon bencana, dan sekaligus berkoordinasi dan berdiskusi terkait respon terhadap kondisi Merapi. Hal itu mendapat tanggapan bagus dari para peserta. Diskusi berlangsung seru dan masing-masing melaporkan apa yang sudah dilakukan oleh masing-masing Relawan di Paroki-paroki Lingkar Merapi.

Kegiatan pertemuan yang dilaksanakan di aula Paroki Medari Sleman dan yang diikuti oleh 34 orang relawan dari 9 paroki yang bisa hadir ini menghasilkan kesepakatan sementara bahwa para Relawan di masing-masing paroki: Siap menyuplai/berbagi informasi di masing-masing Paroki terkait erupsi Merapi, yakni situasi dan kondisi Merapi dan warga, apa yang ada, apa yang dibutuhkan, dan apa yang akan dilakukan sebagai respon. Hal itu disharekan pada Grup WA Lingkar Merapi. Apabila Merapi mengalami peningkatan aktivitas dan levelnya naik, relawan siap berkoordinasi dan mengadakan pertemuan mendadak. (Rm. Toms)

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com