Karel Tuhehay, staf KARINAKAS, menyampaikan materi sosialisasi RBM di Kecamatan Weru, Sukoharjo (Foto: Fajar)
Oleh:
Achmad FH Fajar
Tim KARINAKAS mengharapkan kecamatan Weru jadi kecamatan inklusi.
Reriuhan suara perempuan segera memenuhi ruangan. Sebenarnya, tempat itu tidak menyediakan ruangan yang dapat digunakan untuk rapat direksi, diskusi publik, maupun kegiatan lain yang sejenis. Namun, tim KARINAKAS menyulap ruangan tersebut, sebuah rumah makan di desa Krajan, untuk melaksanakan sosialisasi RBM (Rehabilitasi Bersumber daya Masyarakat) di Kecamatan Weru, Sukoharjo, pada Selasa (26/04/16).
Perempuan-perempuan yang sudah mendapat tempat duduk menyalami perempuan-perempuan yang baru hadir. Sebagian besar peserta sosialisasi RBM sudah saling kenal. Mereka hadir dengan busana yang sopan. Kerudung berwarna-warni, kemeja batik, dan rok span panjang.
Menurut Karel Tuhehay, staf KARINAKAS, pemilihan anggota PKK sebagai peserta sosialisasi RBM dikarenakan Ketua Tim RBM di Sukoharjo adalah istri Bupati Sukoharjo. Jadi, diharapkan mereka dapat menjadi pelopor program RBM di tingkat desa.
Mereka juga diharapkan mampu melobi pihak desa untuk mengadakan anggaran khusus warga difabel. Keterbatasan dana KARINAKAS dalam pendampingan RBM tidak hanya menjadi alasan penerapan strategi tersebut, tetapi juga berkaitan dengan sifat keberlanjutan RBM. “Salah satu strategi RBM untuk menunjang keberlanjutan adalah dengan meningkatkan kapasitas. Nah, diharapkan kader-kader itu bisa mentransfer ilmunya kepada orang lain, baik keluarga maupun masyarakat,” jelas Karel sewaktu presentasi.
Program yang direncanakan berakhir pada Oktober tahun ini telah menyelenggarakan beberapa rangkaian yang bertujuan menyokong kehidupan difabel. Selain pelatihan ketrampilan dan sosialisasi RBM, juga akan diadakan pelatihan advokasi, pemberian motivasi, deteksi dini difabel, dan pelatihan lobi. Ada empat desa dalam wilayah kecamatan Weru yang masuk area program KARINAKAS, antara lain Desa Grogol, Ngreco, Tegalsari, dan Krajan.
Presentasi Rehabilitasi Difabel
Sekitar pukul 09.15 waktu setempat, kegiatan dimulai. Karel Tuhehay cukup apik dan komunikatif membawakan materi sosialisasi RBM. Meskipun kasak-kusuk peserta sosialisasi cukup ramai, ditambah seliweran pelayan menata perkakas dan hidangan, Karel tetap tenang menyampaikan materi.
Sebagai permulaan, pria yang akrab dipanggil Kace itu menerangkan runtutan perkembangan proses rehabilitasi difabel. Ia menyebut-nyebut profesi dukun untuk menggambarkan rehabilitasi tradisional. “Ketika belum ada Puskesmas atau Rumah Sakit, biasanya difabel diurut (oleh dukun pijat). Tapi, itu juga sudah termasuk rehabilitasi,” terang Karel.
Presentasi Karel kemudian beralih dari rehabilitasi tradisional ke rehabilitasi berbasis institusi. Gedung-gedung pusat rehabilitasi didirikan di pusat-pusat kota oleh pemerintah maupun pihak swasta. Perbedaan rehabilitasi berbasis institusi dengan RBM ada di cara kerjanya. “Kalau di RBM, difabel tidak kemana-mana, ia tetap di rumah. Lalu, kita melatih keluarga dan orang terdekat supaya bisa mendukung kehidupan difabel,” tutur Kace.
Menurut Karel, rehabilitasi berbasis institusi sedikit melupakan persiapan difabel untuk terjun ke kehidupan bermasyarakat. Rehabilitasi berbasis institusi sifatnya eksklusif, karena menempatkan difabel ke lingkungan yang homogen, sehingga bisa memperlambat proses adaptasi difabel dengan lingkungan dan masyarakat lebih luas. Berbeda dengan RBM, difabel sedari awal telah disokong oleh keberagaman masyarakat sekitar. “Supaya mereka tidak mengalami stigma, mereka harus dikembalikan ke kehidupan bermasyarakat,” kata Karel.
Kekhawatiran Peserta
Sesi tanya jawab segera dibuka seusai penyampaian materi sosialisasi. Tercatat ada empat orang penanya. Salah satunya Panu Darmanto, Ketua Paguyuban Peduli Kesehatan tingkat kecamatan. “Apa yang harus kami lakukan ketika bantuan KARINAKAS berhenti?” Tanya Panu.
Karel menjawab, kekhawatiran tersebut dengan menekankan pemahaman arti pemberdayaan. Ia juga menegaskannya dengan membedakan pemberdayaan dengan pemberian santunan. Strategi yang diterapkan oleh Tim KARINAKAS untuk memotong ketergantungan adalah dengan melatih kader RBM untuk mampu melobi pihak-pihak lain.
Sedangkan untuk mendukung usaha kelompok, KARINAKAS memberikan cara-cara memromosikan dagangannya. Di luar promosi atau mencari pasar tim, RBM juga akan didorong untuk mampu membuat jaringan.
Banyaknya permintaan dari peserta sosialisasi membuat Karel harus mengulang-ulang penjelasan pengertian pemberdayaan. “Istilahnya, kami memberi umpan dan tidak akan mendampingi sampai mendapat ikan. Enggak, ini umpan, ini kail, silahkan,” terang Karel.