Dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang. Dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima (Hellen Keller)

PERJUANGAN DWI ASTUTI

Perjuangan Dwi Astuti

 Dwi Astuti sedang melayani pelanggan ciliknya di depan SDN Beku, Karanganom, Klaten (Foto:ferry)

Mbak Dwi, demikian anak-anak SDN Beku, Karanganom, Klaten, biasa memanggil namanya. Nama lengkapnya Dwi Astuti. Perempuan gigih penyandang disabilitas ini setiap pagi sudah menyiapkan dagangannya di halaman Polindes yang letaknya berseberangan dengan SD Beku. Dagangannya berupa snack kemasan, es lilin, coklat, yang disukai anak-anak ditata rapi, tak lupa dia juga membawa barang-barang produk SHG Maju Jaya, dimana dia menjadi anggotanya, berupa sabun cuci piring dan kripik tempe.

Perjuangan Dwi Astuti

Dwi Astuti sedang berbincang dengan Pramono Murdoko, Program Manajer Inklusi KARINAKAS (Foto:ferry)

            Dwi Astuti tinggal di dusun tidak jauh dari tempatnya berjualan. Dia hidup berdua dengan kakak perempuannya, orang tua mereka telah lama meninggal dunia. Mereka berdua berbagi kerja agar kehidupan mereka bisa terus berlangsung. Dwi Astuti bertugas berjualan sedangkan kakaknya menyelesaikan semua urusan rumah tangga.

Setelah selesai membantu kakak perempuannya dengan tugas pagi hari, dia mulai berkemas kemas. sekitar jam 07.30 pagi dia sudah keluar dari rumahnya dengan menumpang ojek, sesekali ada tetangga yang bisa diboncengi sampai di tempat berjualan.

Dagangannya cukup laris. Anak-anak silih berganti mendatangi tempatnya berjualan. Harga makanannya cukup murah antara 500-1000 rupiah saja. Dia berada di depan SD sampai sekitar jam 11 siang, setelah anak-anak SD selesai istirahat kedua,  Dwi bergegas pulang. Sampai di rumah dia tetap berjualan, dagangan yang laris di rumah justru produk SHG terutama sabun cuci piring.

Dalam sehari dia bisa menjual 10 sampai 20 botol sabun dengan harga Rp 5000 per botol.  Dwi mendapat untung Rp 500 per botol sabun yang dia jual. “Harus banyak bersyukur, karena Alloh selalu meberi rejeki,” ujar perempuan yang masih melajang ini.

Keberuntungan memang belum sepenuhnya memihak pada  Dwi. Terkadang dia masih sering sakit, karena telapak kaki yang menekuk menjadikan aliran darah tidak berjalan secara optimal. Dulu dia masih sering membuat kristik namun belakangan kadang dia mudah lelah.

Perjuangan Dwi Astuti

Rumah Dwi Astuti di Desa Beku, Karanganom Klaten. Tampak kakak Dwi Astuti, Anik (kanan), yang tinggal dan berjuang bersamanya mengisi kehidupan (foto:ferry)

Dwi Astuti menuturkan, keinginan kuatnya untuk mencari naskah membuatnya tidak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya. Meski mempunyai fisik yang tidak sempurna, da memiliki etos kerja dan kemampuan berwirausaha yang tinggi, ia mengaku akan terus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. “Yang penting uang buat kebutuhan dapur itu ada. Kalo saya nggak kerja, siapa yang kasih makan,” pungkasnya. (Ferry T. indratno)

               

menerima kasih dan memberi kasih itu perkara yang satu-tunggal; tanpa ada yang menerima, orang juga tidak bisa memberi; maka menerima kasih sekaligus juga memberi kasih karena memungkinkan orang lain memberi kasih #RomoMangun "Burung-burung Manyar"

© 2010 karinakas.or.id. | +62 274 552126 | karinakas.office@gmail.com